Kutipan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Novel karya Buya Hamka yang berlatar tahun 1930-an ini bercerita tentang seorang pemuda kelahiran Makassar yang bernama Zainuddin yang jatuh cinta kepada seorang gadis cantik jelita yang menjadi bunga di persukuannya yang bernama Hayati.Saat Zainuddin ingin melamar Hayati lamarannya ditolak karena Zainuddin hanya seorang melarat yang tak bersuku. Hayati dipaksamenikah dengan Aziz lelaki yang kaya dan terpandang. Setelah beberapa bulan mengalami keterpurukan Zainuddin mencoba bangkit lagi, dan memutuskan untuk pergi ke Pulau Jawa. Dan ia menjadi penulis buku yang terkenal dengan nama pena "Z". Zainuddin menjadi pemuda yang bergelimang harta. Kemudian ia bertemu Hayati dan Aziz di sebuah pertunjukan opera. Suami Hayati mempunyai hutang yang banyak direntenir, ia memutuskan untuk bunuh diri. Hayati ingin kembali kepada Zainuddin tetapi Zainuddin menolaknya dan menyuruh Hayati untuk kembali ke kampung halamannya tanah Minangkabau yang beradat dan berlembaga.Hayati pulang naik Kapal Van Der Wijck yang naasnya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan tewasnya Hayati.
Berikut kutipan dari novel ini.
“Walaupun kamu pergi, jiwamu akan selalu dekat dengan jiwaku.”
“Jangan pernah bersedih. Jangan putus asa. Cinta itu bukan memakan
hati, bukan membawa tangis, bukan membuat putus asa. Tetapi cinta itu
menguatkan hati, menghidupkan pengharapan.”
“Kau yang sanggup menjadikan saya seseorang yang gagah berani. Kau
pula yang sanggup menjadikan saya sengsara selamanya. Kau boleh
memutuskan pengharapanku. Kau pun sanggup membunuhku.”
“Hati saya dipenuhi cinta kepada kau. Dan biar Tuhan mendengarkan
bahwa engkaulah Zainudin yang akan menjadi suamiku kelak, bila tidak di
dunia, kau lah suamiku di akhirat.”
“Carilah kebahagiaan kita. Kemana pun engkau pergi, saya tetap
untukmu. Jika kita bertemu kelak, saya akan tetap bersih dan suci
untukmu, kekasihku.”
“Cinta bukan mengajarkan kita untuk menjadi lemah, tapi membangkitkan
kekuatan. Cinta bukan melemahkan semangat, tapi membangkitkan
semangat.”
“Sejauh-jauhnya kita tersesat, pada kebenaran kita akan kembali.”
“Maaf? Kau regas segenap pucuk pengharapanku. Kau patahkan. Kau minta maaf..”
“Sudah hilangkah tentang kita dari hatimu?”
“Janganlah kau jatuhkan hukuman, kasihanilah perempuan yang ditimpa musibah berganti-ganti ini.”
“Demikianlah perempuan, ia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya
walau pun kecil dan ia lupa kekejamannya sendiri pada orang lain
padahal begitu besarnya.”
“Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh Ninik
Mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina, tidak tulen
Minangkabau, ketika itu kau antarkan saya di simpang jalan, kau berjanji
akan menunggu kedatanganku berapapun lamanya, tapi kemudian kau
berpaling ke yang lebih gagah kaya raya, berbangsa, beradat ,
berlembaga, berketurunan, kau kawin dengan dia. Kau sendiri yang bilang
padaku bahwa pernikahan itu bukan terpaksa oleh paksaan orang lain
tetapi pilihan hati kau sendiri. Hampir saya mati menanggung cinta
Hayati.. 2 bulan lamanya saya tergeletak di tempat tidur, kau jenguk
saya dalam sakitku, menunjukkan bahwa tangan kau telah berinang, bahwa
kau telah jadi kepunyaan orang lain. Siapakah di antara kita yang kejam
Hayati?”
“Kau pilih kehidupan yang lebih senang, mentereng, cukup uang,
berenang di dalam emas, bersayap uang kertas. Siapakah di antara kita
yang kejam Hayati? Siapa yang telah menghalangi seorang anak muda yang
bercita-cita tinggi menambah pengetahuan tetapi akhirnya terbuang jauh
ke Tanah Jawa ini, hilang kampung dan halamannya sehingga dia menjadi
anak yang tertawa di muka ini tetapi menangis di belakang layar. Tidak
Hayati, saya tidak kejam. Saya hanya menuruti katamu. Bukankah kau yang
meminta dalam suratmu supaya cinta kita itu dihilangkan dan dilupakan
saja, diganti dengan persahabatan yang kekal. Permintaan itulah yang
saya pegang teguh sekarang. Kau bukan kecintaanku, bukan tunanganku,
bukan istriku. Tetapi janda dari orang lain. Maka itu secara seorang
sahabat, bahkan secara seorang saudara saya akan kembali teguh memegang
janjiku dalam persahabatan itu sebagaimana teguhku dahulu memegang
cintaku. Itulah sebabnya dengan segenap ridho hati ini kau ku bawa
tinggal di rumahku untuk menunggu suamimu, tetapi kemudian bukan dirinya
yang kembali pulang, tapi surat cerai dan kabar yang mengerikan. Maka
itu sebagai seorang sahabat pula kau akan ku lepas pulang ke kampungmu,
ke tanah asalmu, tanah Minangkabau yang kaya raya, yang beradat,
berlembaga, yang tak lapuk dihujan, tak lekang dipanas. Ongkos pulangmu
akan saya beri. Demikian pula uang yang kau perlukan. Dan kalau saya
masih hidup, sebelum kau mendapat suami lagi Insya Allah kehidupanmu
selama di kampung akan saya bantu.”
“Saya tidak akan pulang. Saya akan tetap di sini bersamamu. Biar saya
kau hinakan. Biar saya kau pandang sebagai babu yang hina. Saya tak
butuh uang berapa pun banyaknya. Saya butuh dekat dengan kau, Zainuddin.
Saya butuh dekat dengan kau..”
“Tidak. Pantang pisah berbuah dua kali. Pantang pemuda makan sisa.
Kau mesti pulang kembali ke kampungmu. Biarkan saya dalam keadaan
begini. Jangan mau ditumpang hidup saya.”
“Percayalah di dalam jiwaku ada suatu kekayaan besar yang engkau sangat perlu kepadanya.Dan kekayaan itu belum pernah ku berikan kepada orang lain, walaupun kepada Azis. Kekayaan itu ialah kekayaan cinta.”
“Heningkan hatimu kembali. Sama-sama kita habisi kekecewaan yang sudah-sudah. Maafkan saya. Cintai saya kembali.”
“Percayalah di dalam jiwaku ada suatu kekayaan besar yang engkau sangat perlu kepadanya.Dan kekayaan itu belum pernah ku berikan kepada orang lain, walaupun kepada Azis. Kekayaan itu ialah kekayaan cinta.”
“Heningkan hatimu kembali. Sama-sama kita habisi kekecewaan yang sudah-sudah. Maafkan saya. Cintai saya kembali.”
Komentar
Posting Komentar