Sinopsis Ranah 3 Warna



 
Judul                    : Ranah 3 warna
Pengarang            : Ahmad Fuadi
Penerbit               : PT.GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA JAKARTA
Tahun terbit         : Januari 2011
Jumlah halaman  : 473 halaman

Ranah 3 Warna
            Alif yang baru saja lulus dari Pondok Madani bertekad untuk masuk perguruan negri. Semangatnya menggebu-ebu waktu itu. Namun ,satu pertanyaan dari Randai sempat menyiutkan semangatnya itu. Randai mengatakan bahwa Alif tak mempunyai ijasah mana mungkin bisa kuliah. Pertanyaan itu membuat Alif menjadi tertantang untuk membuktikan bahwa lulusan pesantren yang tak mempunyai ijasah juga bisa masuk Universitas negri. Ia akan buktikan ke semua orang bahwa segala tantangan berat akan bisa dihadapi dengan sungguh-sungguh dan usaha keras, Man Jadda Wajada.
            Meskipun impiannya untuk kuliah di jurusan teknik penerbangan ITB pupus,tetapi Alif tetap serius ikut UMPTN. Ia memutuskan untuk masuk jurusan Hubungan Internasional. Menurutnya, pilihannya ini akan membawanya terbang jauh ke Amerika, negara yang ingin ia kunjungi. Ia pun lulus dan di terima di Universitas Padjajaran.
            Beberapa hari setelah pengumuman Ia berangkat ke Bandung. Pada bulan-bulan awal kuliah Ia disibukkan dengan memilih kegiatan di luar keles. Alif memilih untuk bergabung dengan redaksi kutub yang dibina oleh Bang Togar yang dikenal disiplin, keras, dan sombing, tetapi Alif ingin berguru dengan Bang Togar. Dengan usaha keras Alif diterima menjadi murid Bang Togar.
             Setelah 1 tahun kuliah, Alif mendapat kabar buruk kalau ayahnya sedang sakit parah. Alif yang mendengar kabar itu bergegas berangkat pulang, namun saat Alif sampai di Rumah sakit ayahnya sudah parah dan akhirnya ayahnya meninggal. Alif sangat sedih, namun Ia harus segera kembali ke Bandung.
           
Semakin hari uang bulanan Alif semakin menipis, uang kiriman dari amaknya pun tak kunjung datang. Setiap hari Alif harus berhemat untuk mencukupkan uang yang ada. Alif akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai pengajar privat dan sales produk perawatan rumah. Namun malang nasibnya  Ia malah menjadi korban perampokan. Semua barang yang dibawa Alif diambil oleh perampok itu. Cobaan yang diterima Alif tidak hanya sampai disitu, setelah kejadian perampokan itu Alif diserang penyakit tifus. Hampir saja Alif menyerah, tetepi Ia ingat “mantra” kedua yang diajarkan di pondok dulu yaitu “ Man Zhabara Zhafira siapa yang sabar akan beruntung. Alifpun bangkit dari keterpurukannya.
            Kesabaran Alif membuahkan hasil Ia berhasil  lulus tes untuk pertukaran pelajar antar negara ke Kanada. Sebelum berangkat Ia harus mengikuti sesi pembekalan di Cibubur. Ternyata Raisa, gadis yang disukai Alif juga terpilih. Disana Alif juga mendapat teman baru,Rusdi anak Banjar yang pandai berpantun. Setelah menerima pembekalan di Cibubur selama beberapa minggu hari keberangkatanpun tiba, para peserta dilepas di Bandara Soekarno-Hatta.
 Sebelum ke Kanada mereka mendarat di Amman, Yordania. Di Yordania mereka diajak mengunjung tempat-tempat bersejarah seperti Roman Teather dan Jabal al-Qala’a. Karena Rusdi dirawat di rumah sakit, peserta yang lainpun harus menunggu sampai Rusdi sembuh, baru melanjutkan perjalanan. Para peserta yang lain bergantian menjaga Rusdi di rumah sakit. Tetapi hanya satu orang yang boleh menjaganya dan sisanya menganggur. Melihat para peserta pertukaran pelajar ke Kanada akan terlunta-lunta selama 3 hari untuk menunggu Rusdi keluar dari rumah sakit, staf kedutaan akhirnya membuat jadwal jalan-jalan bagi para peserta ke sekitar Yordania. Mereka diajak ke albahar almayyit atau laut mati, petra, dan Gua Ashabul Kahfi atau the seven sleepers cave. Setelah 3 hari Rusdi di rawat di rumah sakit akhirnya Rusdi sembuh dan mereka melanjutkan perjalanan ke Montreal, Kanada.
Pesawat mendarat di bandara Montreal. Mereka meneruskan perjalanan menuju pedalaman Quebec. Saatmereka sampai anak-anak muda Kanada dengan sigap membantu mengangkat koper-koper dan menyalami mereka. Saat semua peserta berkumpul di meja makan pimpinan rombongan Indonesia dan Kanada, Kak Marwan dan Sebasteun Trudeaun mengumumkan homologue atau rekan yang akan menjadi rekan serumah mereka. Ternyata homologue Alif adalah Francouis Pepin dari Quebec. Franc meminta tolong kepada Alif untuk mengajarinya bahasa Inggris, meskipun Alif sedikit kecewa karena tujuan utama Alif ikut acara ini untuk memperbaiki bahasa Inggrisnya ,namun Alif  tetap bersedia untuk mengajari Franc bahasa Inggris tetapi sebagai gantinya Franc juga harus mengajari Alif bahasa Prancis.
Salah satu hal yang paling ditunggu Alif adalah pengumuman tempat kerja. Alif berharap ia bisa bekerja di media TV atau koran, namun ia ditempatkan di Panti jompo. Alif mencari teman yang mau berganti tempat dengannya. Alif sudah mencoba bernegosiasi dengan teman-temannya untuk bertukar tempat tapi tak ada satupun yang mau bertukar tempat dengannya. Harapan terakhirnya adalah Topo yang bekerja di stasiun TV. Walaupun awalnya Topo nenolak untuk berganti tempat, akhirnya Topopun mau berganti tempat dengannya.
Esok paginya Alif dan peserta lainnya berangkat ke Saint Rainmond tempat yang akan mereka tinggali selama 6 bulan kedepan dan melakukan tugas-tugas mereka, juga bertemu dengan orang tua angkat mereka. Orangtua Alif dan Franc adalah pasangan suami istri Ferdinand Lepine dan Madelein Lepine. Mereka berdua diperlakukan pasangan iti dengan hangat.
Selama 6 bulan di Saint Rainmond, Alif mendapat banyak pelajaran. Alif dapat mewawancarai Orang Indian, Lance dan Monsieur Daniel Janvier tokoh penting Kanada menjelang Referendum, karena wawancaranya itulah Alif mendapatkan penghargaan Presentius yang diumumkan setelah upacara hari pahlawan. Hari kepulangan ke Indonesia pun tiba, Alif dilepas pasangan Lepine dengan haru. Alif berjanji kepada pasangan itu bahwa suatu saat nanti Ia akan mengunjungi mereka lagi.
Dua tahun kemudian Alif lulus kuliah. Alif berniat untuk mengungkapkan perasaannya kepada Raisa, namun Raisa sudah dilamar oleh Randai. Meskipun begitu Alif tetap sabar dan iklas.
Untuk memenuhi janjinya dengan orangtua angkatnya di Saint Rainmond, sebelas tahun kemudian Alif dan Istrinya pulang kampung ke Saint Rainmond. Alif dan istrinya pergi ke puncak Mont Laura untuk melihat Saint Rainmond dari atas. Alif membuka buku diarynya, Ia membaca pesan dari Kiai Rais “ Man Shabara Zhafira “ siapa yang sabar akan beruntung. Alif menutup diarynya dan menuruni pinggang Mont Laura. Pulang.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kutipan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Cerpenku. Aku Bukan Anak Manja.